PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2021

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2021 TENTANG PELAKSANAAN VAKSINASI DALAM RANGKA PENANGGULANGAN PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 84 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Vaksinasi dalam rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan hukum dalam pelaksanaan vaksinasi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sehingga perlu diganti; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pelaksanaan jdih.kemkes.go.id – 2 – Vaksinasi dalam rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19); Mengingat : 1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3273); 3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 5. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6236); 6. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6516); 7. Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2015 tentang Kementerian Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 59); 8. Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease jdih.kemkes.go.id – 3 – 2019 (COVID-19) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 227) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 66); 9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 25 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1146); 10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pengadaan Vaksin dalam rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1229) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 79 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pengadaan Vaksin dalam rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1266); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PELAKSANAAN VAKSINASI DALAM RANGKA PENANGGULANGAN PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19).

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Vaksin adalah produk biologi yang berisi antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati atau masih hidup yang jdih.kemkes.go.id – 4 – dilemahkan, masih utuh atau bagiannya, atau berupa toksin mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksoid atau protein rekombinan, yang ditambahkan dengan zat lainnya, yang bila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit tertentu. 2. Corona Virus Disease 2019 yang selanjutnya disebut COVID-19 adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrom Coronavirus 2 (SARSCoV-2). 3. Vaksinasi adalah pemberian Vaksin yang khusus diberikan dalam rangka menimbulkan atau meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga apabila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan dan tidak menjadi sumber penularan. 4. Vaksinasi Program adalah pelaksanaan Vaksinasi kepada masyarakat yang pendanaannya ditanggung atau dibebankan pada pemerintah. 5. Vaksinasi Gotong Royong adalah pelaksanaan Vaksinasi kepada karyawan/karyawati, keluarga dan individu lain terkait dalam keluarga yang pendanaannya ditanggung atau dibebankan pada badan hukum/badan usaha. 6. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat. 7. Kejadian Ikutan Pasca Vaksinasi COVID-19 adalah kejadian medik yang diduga berhubungan dengan Vaksinasi COVID-19. 8. Sistem Informasi Satu Data Vaksinasi COVID-19 adalah sistem informasi yang dibentuk untuk mendukung proses Vaksinasi mulai dari proses persiapan, pelaksanaan, jdih.kemkes.go.id – 5 – proses pelaporan, monitoring dan evaluasi dengan memanfaatkan teknologi informasi yang terintegrasi. 9. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 10. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 11. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan. 12. Direktur Jenderal adalah direktur jenderal pada Kementerian Kesehatan yang mempunyai tugas dan tanggung jawab di bidang pencegahan dan pengendalian penyakit. Pasal 2 Peraturan Menteri ini merupakan acuan bagi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah provinsi, Pemerintah Daerah kabupaten/kota, tenaga kesehatan, pemangku kepentingan, dan masyarakat dalam pelaksanaan Vaksinasi COVID-19. Pasal 3 (1) Pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 dilakukan oleh Pemerintah Pusat. (2) Pemerintah Pusat dalam melaksanakan Vaksinasi COVID19 melibatkan Pemerintah Daerah provinsi dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota serta badan hukum/badan usaha. (3) Pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan melalui Vaksinasi Program atau Vaksinasi Gotong Royong. (4) Penerima Vaksin dalam pelayanan Vaksinasi Program sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dipungut bayaran/gratis. jdih.kemkes.go.id – 6 – (5) Karyawan/karyawati, keluarga dan individu lain terkait dalam keluarga sebagai penerima Vaksin COVID-19 dalam pelayanan Vaksinasi Gotong Royong sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dipungut bayaran/gratis. Pasal 4 Pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 bertujuan untuk: a. mengurangi transmisi/penularan COVID-19; b. menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat COVID-19; c. mencapai kekebalan kelompok di masyarakat (herd immunity); dan d. melindungi masyarakat dari COVID-19 agar tetap produktif secara sosial dan ekonomi. Pasal 5 Ruang lingkup pengaturan pelaksanaan Vaksinasi dalam rangka penanggulangan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) meliputi: a. perencanaan kebutuhan Vaksinasi COVID-19; b. sasaran pelaksanaan Vaksinasi COVID-19; c. distribusi Vaksin COVID-19, peralatan pendukung, dan logistik; d. pelaksanaan pelayanan Vaksinasi COVID-19; e. kerja sama dalam pelaksanaan Vaksinasi COVID-19; f. pemantauan dan penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Vaksinasi COVID-19; g. strategi komunikasi; h. pencatatan dan pelaporan; i. pendanaan; dan j. pembinaan dan pengawasan. jdih.kemkes.go.id – 7 – BAB II PERENCANAAN KEBUTUHAN VAKSINASI COVID-19 Bagian Kesatu Umum Pasal 6 (1) Dalam rangka pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 disusun rencana kebutuhan Vaksinasi berdasarkan jumlah sasaran baik untuk Vaksinasi Program maupun Vaksinasi Gotong Royong. (2) Dalam rangka penyusunan rencana kebutuhan Vaksinasi COVID-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), badan hukum/badan usaha harus melaporkan jumlah karyawan/karyawati, keluarga dan individu lain terkait dalam keluarga yang akan dilakukan Vaksinasi Gotong Royong kepada Menteri. (3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit harus memuat jumlah, nama, dan alamat (by name and by address), serta nomor induk kependudukan. (4) Rencana kebutuhan Vaksinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri. (5) Rencana kebutuhan Vaksinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan perkembangan epidemiologi penyakit dan pertimbangan dari Komite Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional. (6) Rencana kebutuhan Vaksinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4) merupakan acuan dalam pengadaan Vaksin COVID-19, peralatan pendukung, dan logistik yang diperlukan dalam pelaksanaan Vaksinasi baik untuk Vaksinasi Program maupun Vaksinasi Gotong Royong. (7) Pengadaan Vaksin COVID-19 baik untuk Vaksinasi Program maupun Vaksinasi Gotong Royong sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilaksanakan sesuai dengan jdih.kemkes.go.id – 8 – ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengadaan Vaksin COVID-19. Bagian Kedua Jenis Vaksin COVID-19 Pasal 7 (1) Jenis Vaksin COVID-19 ditetapkan dengan Keputusan Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (2) Jenis Vaksin COVID-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan dalam menetapkan rencana kebutuhan Vaksinasi COVID-19 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6. (3) Jenis Vaksin COVID-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang digunakan untuk Vaksinasi COVID-19 harus telah mendapat persetujuan penggunaan pada masa darurat (emergency use authorization), atau penerbitan nomor izin edar (NIE) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (4) Jenis Vaksin COVID-19 untuk pelaksanaan Vaksinasi Gotong Royong harus berbeda dengan jenis Vaksin COVID-19 yang digunakan untuk Vaksinasi Program. BAB III SASARAN PELAKSANAAN VAKSINASI COVID-19 Bagian Kesatu Kriteria dan Prioritas Penerima Vaksin COVID-19 Pasal 8 (1) Pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 dilakukan secara bertahap sesuai dengan ketersediaan Vaksin COVID-19. (2) Dalam pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan kriteria penerima Vaksin COVID-19 sesuai dengan indikasi Vaksin yang jdih.kemkes.go.id – 9 – tersedia dan kajian Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional (Indonesian Technical Advisory Group on Immunization) dan/atau Strategic Advisory Group of Experts on Immunization of the World Health Organization (SAGE WHO). (3) Berdasarkan ketersediaan Vaksin COVID-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan kelompok prioritas penerima Vaksin COVID-19 sebagai berikut: a. tenaga kesehatan, asisten tenaga kesehatan, dan tenaga penunjang yang bekerja pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan; b. masyarakat lanjut usia dan tenaga/petugas pelayanan publik; c. masyarakat rentan dari aspek geospasial, sosial, dan ekonomi; dan d. masyarakat lainnya. (4) Berdasarkan kriteria penerima Vaksin COVID-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Menteri dapat mengubah kelompok prioritas penerima Vaksin COVID-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) setelah memperhatikan rekomendasi dari Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional (Indonesian Technical Advisory Group on Immunization) dan pertimbangan dari Komite Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional. (5) Setiap orang hanya dapat didaftarkan dalam salah satu kelompok prioritas penerima Vaksin COVID-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (3). Pasal 9 (1) Pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 terhadap kelompok prioritas penerima Vaksin COVID-19 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) dilakukan melalui Vaksinasi Program. (2) Selain melalui Vaksinasi Program sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 dapat dilakukan melalui Vaksinasi Gotong Royong. jdih.kemkes.go.id – 10 – Pasal 10 Perwakilan negara asing dan organisasi nirlaba internasional yang sedang bertugas di Indonesia dapat mengikuti pelaksanaan Vaksinasi Program atau Vaksinasi Gotong Royong. Bagian Kedua Prioritas Wilayah Penerima Vaksin COVID-19 Pasal 11 (1) Berdasarkan ketersediaan Vaksin COVID-19, Menteri menetapkan prioritas wilayah penerima Vaksin COVID19. (2) Prioritas wilayah penerima Vaksin COVID-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa wilayah provinsi/kabupaten/kota yang memiliki jumlah kasus konfirmasi COVID-19 tinggi dan wilayah provinsi/ kabupaten/kota dengan pertimbangan khusus. (3) Wilayah provinsi/kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan berdasarkan data kasus dalam sistem informasi COVID-19 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Ketiga Pendataan Sasaran Pasal 12 Berdasarkan kriteria dan kelompok prioritas penerima Vaksin COVID-19 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan prioritas wilayah penerima Vaksin COVID-19 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Menteri menetapkan jumlah sasaran penerima Vaksin COVID-19. Pasal 13 (1) Untuk menetapkan jumlah sasaran penerima Vaksin COVID-19 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dilakukan pendataan sasaran penerima Vaksin COVID-19 jdih.kemkes.go.id – 11 – baik untuk Vaksinasi Program maupun Vaksinasi Gotong Royong. (2) Pendataan sasaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penyusunan perencanaan Vaksinasi COVID-19. (3) Hasil pendataan sasaran penerima Vaksin COVID-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimuat dalam Sistem Informasi Satu Data Vaksinasi COVID-19. (4) Data sasaran dalam sistem infomasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun berdasarkan kriteria penerima Vaksin COVID-19 dan kesediaan sasaran dalam pemberian Vaksin COVID-19, yang memuat nama dan alamat (by name and by address), serta nomor induk kependudukan. Pasal 14 Setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima Vaksin COVID-19 berdasarkan pendataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 wajib mengikuti Vaksinasi COVID19 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB IV DISTRIBUSI VAKSIN COVID-19, PERALATAN PENDUKUNG, DAN LOGISTIK Bagian Kesatu Umum Pasal 15 (1) Pendistribusian Vaksin COVID-19 yang dibutuhkan dalam pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 harus dilakukan dan dikelola sesuai dengan cara distribusi obat yang baik. (2) Pendistribusian peralatan pendukung dan logistik yang dibutuhkan dalam pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 harus dilakukan sesuai dengan cara distribusi alat kesehatan yang baik atau standar lain untuk menjamin kualitas. jdih.kemkes.go.id – 12 – (3) Pendistribusian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Pelaksanaan Distribusi Pasal 16 (1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab terhadap pendistribusian Vaksin COVID-19, peralatan pendukung, dan logistik yang dibutuhkan dalam pelaksanaan Vaksinasi Program. (2) Pendistribusian Vaksin COVID-19, peralatan pendukung, dan logistik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara berjenjang dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah provinsi, dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota. Pasal 17 (1) Pemerintah Pusat bertanggung jawab terhadap pendistribusian Vaksin COVID-19, peralatan pendukung dan logistik yang dibutuhkan dalam pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 ke daerah provinsi. (2) Pelaksanaan pendistribusian Vaksin COVID-19, peralatan pendukung, dan logistik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui penugasan PT Bio Farma (Persero) atau penunjukan langsung badan usaha oleh Pemerintah Pusat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengadaan Vaksin COVID-19. (3) Pendistribusian bagi peralatan pendukung dan logistik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikecualikan untuk pengadaan yang dilakukan melalui katalog elektronik (ecatalog). (4) Pemerintah Daerah provinsi bertanggung jawab terhadap pendistribusian ke daerah kabupaten/kota di wilayahnya. jdih.kemkes.go.id – 13 – (5) Pemerintah Daerah kabupaten/kota bertanggung jawab terhadap pendistribusian ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan di wilayahnya. (6) Pendistribusian oleh Pemerintah Daerah provinsi dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (7) Dalam hal terjadi kekosongan atau kekurangan ketersediaan Vaksin COVID-19 di satu daerah maka Menteri dapat melakukan relokasi Vaksin COVID-19 dari daerah lain. (8) Menteri dalam melakukan relokasi Vaksin COVID-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (7) berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah provinsi atau Pemerintah Daerah kabupaten/kota. Pasal 18 (1) Dalam rangka percepatan pelaksanaan Vaksinasi, menjaga keamanan, mutu dan khasiat Vaksin, Menteri dapat melakukan distribusi Vaksin COVID-19 ke: a. daerah kabupaten/kota; atau b. Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan pos pelayanan Vaksinasi COVID-19. (2) Pelaksanaan pendistribusian Vaksin COVID-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui penugasan PT Bio Farma (Persero) atau penunjukan langsung badan usaha oleh Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengadaan Vaksin COVID-19. (3) PT Bio Farma (Persero) dalam pendistribusian Vaksin COVID-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bekerja sama dengan pihak ketiga. (4) Dalam hal distribusi Vaksin COVID-19 sampai ke daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Pemerintah Daerah kabupaten/kota bertanggung jawab untuk mendistribusikan Vaksin COVID-19 ke jdih.kemkes.go.id – 14 – Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan pos pelayanan Vaksinasi COVID-19 di wilayahnya. (5) Menteri dalam melakukan distribusi Vaksin COVID-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi dengan dinas kesehatan daerah provinsi dan dinas kesehatan daerah kabupaten/kota. (6) PT Bio Farma (Persero) atau badan usaha dalam melakukan distribusi Vaksin COVID-19 ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan pos pelayanan Vaksinasi COVID-19 berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan, dinas kesehatan daerah provinsi, dan dinas kesehatan daerah kabupaten/kota. Pasal 19 (1) Pendistribusian Vaksin COVID-19 untuk Vaksinasi Gotong Royong dilaksanakan oleh PT Bio Farma (Persero) ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan milik masyarakat/swasta yang bekerja sama dengan badan hukum/badan usaha. (2) PT Bio Farma (Persero) dalam pendistribusian Vaksin COVID-19 untuk Vaksinasi Gotong Royong sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bekerja sama dengan pihak ketiga. (3) Jumlah Vaksin COVID-19 yang didistribusikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sesuai dengan kebutuhan Vaksin COVID-19 badan hukum/badan usaha. BAB V PELAKSANAAN PELAYANAN VAKSINASI COVID-19 Bagian Kesatu Jadwal dan Tahapan Pemberian Vaksin COVID-19 Pasal 20 (1) Jadwal dan tahapan pemberian Vaksin COVID-19 untuk pelaksanaan Vaksinasi Program ditetapkan sesuai dengan jdih.kemkes.go.id – 15 – ketersediaan Vaksin COVID-19, kelompok prioritas penerima Vaksin COVID-19 dan jenis Vaksin COVID-19. (2) Penetapan jadwal dan tahapan pemberian Vaksin COVID19 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan rekomendasi dari Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional (Indonesian Technical Advisory Group on Immunization) dan pertimbangan dari Komite Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional. (3) Jadwal dan tahapan pemberian Vaksin COVID-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Menteri. Bagian Kedua Standar Pelayanan Vaksinasi COVID-19 Paragraf 1 Pelaksana Pelayanan Vaksinasi COVID-19 Pasal 21 (1) Pelayanan Vaksinasi Program dilaksanakan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan milik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, atau masyarakat/swasta, yang memenuhi persyaratan. (2) Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. Puskesmas dan Puskemas pembantu; b. klinik; c. rumah sakit; dan/atau d. unit pelayanan kesehatan di Kantor Kesehatan Pelabuhan. (3) Pelayanan Vaksinasi Program selain dilaksanakan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga dapat dilaksanakan di pos pelayanan Vaksinasi COVID-19. (4) Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan pos pelayanan Vaksinasi COVID-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) jdih.kemkes.go.id – 16 – dan ayat (3) dalam melakukan pelayanan Vaksinasi Program harus bekerja sama/berkoordinasi dengan Puskesmas, dinas kesehatan provinsi dan/atau dinas kesehatan kabupaten/kota. Pasal 22 (1) Pelayanan Vaksinasi Gotong Royong hanya dapat dilaksanakan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan milik masyarakat/swasta yang memenuhi persyaratan. (2) Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan merupakan tempat pelayanan Vaksinasi Program. (3) Pelaksanaan Vaksinasi Gotong Royong sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui kerja sama antara badan hukum/badan usaha dengan Fasilitas Pelayanan Kesehatan milik masyarakat/swasta. (4) Bagi badan hukum/badan usaha yang memiliki Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang memenuhi persyaratan, maka pelayanan Vaksinasi Gotong Royong dapat dilakukan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang bersangkutan. (5) Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4) dalam melakukan pelayanan Vaksinasi Gotong Royong harus berkoordinasi dengan dinas kesehatan kabupaten/kota. Pasal 23 (1) Besaran tarif maksimal atas pelayanan Vaksinasi Gotong Royong ditetapkan oleh Menteri. (2) Biaya pelayanan Vaksinasi Gotong Royong yang dilakukan oleh Fasilitas Pelayanan Kesehatan milik masyarakat/swasta tidak boleh melebihi tarif maksimal yang ditetapkan oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 24 Persyaratan bagi Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 22 sebagai berikut: jdih.kemkes.go.id – 17 – a. memiliki tenaga kesehatan pelaksana Vaksinasi COVID19; b. memiliki sarana rantai dingin sesuai dengan jenis Vaksin COVID-19 yang digunakan atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan c. memiliki izin operasional Fasilitas Pelayanan Kesehatan atau penetapan oleh Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 25 Dalam rangka pelaksanaan Vaksinasi Program, dinas kesehatan kabupaten/kota dan dinas kesehatan provinsi secara berjenjang melakukan pendataan dan penetapan Fasilitas Pelayanan Kesehatan pelaksana, serta menentukan distribusi Vaksin COVID-19, peralatan pendukung, dan logistik untuk keperluan pelaksanaan Vaksinasi COVID-19. Pasal 26 (1) Pelayanan Vaksinasi Program untuk kelompok prioritas penerima Vaksin COVID-19 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) dilakukan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang ditentukan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota berdasarkan hasil pendataan dan penetapan Fasilitas Pelayanan Kesehatan pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25. (2) Dalam hal Fasilitas Pelayanan Kesehatan tidak dapat memenuhi kebutuhan dalam pelayanan Vaksinasi Program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau tidak memenuhi persyaratan, dinas kesehatan kabupaten/kota dan Puskesmas dapat membuka pos pelayanan Vaksinasi COVID-19 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3). Pasal 27 Hasil pendataan dan penetapan Fasilitas Pelayanan Kesehatan pelaksana Vaksinasi COVID-19 sebagaimana dimaksud dalam jdih.kemkes.go.id – 18 – Pasal 25 dimasukkan dalam Sistem Informasi Satu Data Vaksinasi COVID-19. Pasal 28 (1) Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 22 dalam melaksanakan pelayanan Vaksinasi COVID-19, membentuk tim pelaksana yang memiliki fungsi: a. pendaftaran/verifikasi; b. skrining (anamnesa), pemeriksaan fisik dan pemberian edukasi, serta persetujuan tindakan; c. penyiapan dan pemberian Vaksin COVID-19; d. melakukan observasi pasca Vaksinasi COVID-19, pemberian tanda selesai Vaksinasi COVID-19, dan pemberian sertifikat Vaksinasi COVID-19; e. melakukan pencatatan dan input data hasil Vaksinasi COVID-19; f. melakukan pengelolaan limbah medis; dan/atau g. mengatur alur kelancaran pelayanan Vaksinasi COVID-19. (2) Tim pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam melaksanakan pelayanan Vaksinasi COVID-19 harus menerapkan prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi atau protokol kesehatan pencegahan dan pengendalian COVID-19 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 29 (1) Pemberian Vaksin COVID-19 harus dilakukan oleh dokter, bidan, atau perawat yang memiliki kompetensi dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Dalam hal pemberian Vaksin COVID-19 dilakukan oleh bidan atau perawat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemberian Vaksin COVID-19 harus dilakukan di bawah supervisi dokter sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. jdih.kemkes.go.id – 19 – Paragraf 2 Sarana dan Prasarana, Peralatan Pendukung, dan Logistik Pasal 30 (1) Sarana dan prasarana dalam pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 meliputi gudang dan sarana rantai dingin Vaksin COVID-19 serta peralatan pendukung dan logistik. (2) Gudang dan sarana rantai dingin Vaksin COVID-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki sertifikat cara distribusi obat yang baik atau instalasi farmasi pemerintah. (3) Peralatan pendukung dan logistik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup paling sedikit syringe, kapas alkohol, alat pelindung diri (face shield, hazmat, sarung tangan, dan masker bedah), cold chain, cadangan sumber daya listrik (genset), tempat sampah limbah bahan berbahaya dan beracun (safety box), dan cairan antiseptik berbahan dasar alkohol. (4) Selain peralatan pendukung dan logistik sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dalam pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 didukung dengan fasilitas cuci tangan dan alat pemadam api ringan (APAR). Paragraf 3 Tata Laksana Pelayanan Pasal 31 Tata laksana pelayanan Vaksinasi Program dan Vaksinasi Gotong Royong mengacu pada standar pelayanan, dan standar prosedur operasional yang ditetapkan oleh masing-masing pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan sesuai dengan petunjuk teknis pelaksanaan Vaksinasi. Pasal 32 (1) Setiap orang yang telah diberikan Vaksinasi COVID-19 diberikan surat keterangan Vaksinasi Program maupun jdih.kemkes.go.id – 20 – Vaksinasi Gotong Royong berupa kartu Vaksinasi COVID19 atau sertifikat elektronik. (2) Dalam hal dibutuhkan oleh pelaku perjalanan, surat keterangan Vaksinasi COVID-19 dituangkan dalam sertifikat vaksinasi internasional/Internasional Certificate of Vaccination (ICV). BAB VI KERJA SAMA DALAM PELAKSANAAN VAKSINASI COVID-19 Pasal 33 (1) Kementerian Kesehatan dalam pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 dapat bekerja sama dengan kementerian/lembaga, Pemerintah Daerah provinsi, Pemerintah Daerah kabupaten/kota, badan usaha milik negara atau badan usaha swasta, organisasi profesi/kemasyarakatan, dan pihak lainnya yang dipandang perlu. (2) Pihak lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia dan lembaga/badan internasional yang terkait dengan bidang kesehatan. (3) Pemerintah Daerah provinsi dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota dalam pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 dapat bekerja sama dengan badan usaha milik negara/daerah atau badan usaha swasta, organisasi profesi/kemasyarakatan, Tentara Nasional Indonesia/ Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan pihak lainnya yang dipandang perlu. (4) Kerja sama oleh Pemerintah Daerah provinsi dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan setelah berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan. (5) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi: a. dukungan penyediaan tenaga kesehatan; b. tempat Vaksinasi COVID-19; jdih.kemkes.go.id – 21 – c. logistik/transportasi; d. gudang dan alat penyimpanan Vaksin COVID-19 termasuk buffer persediaan/stock piling; e. keamanan; dan/atau f. sosialisasi dan penggerakan masyarakat. (6) Selain lingkup kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (5), kerja sama juga dapat dilakukan dalam lingkup dukungan penyediaan tenaga nonkesehatan dan pengelolaan limbah medis. (7) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (6) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 34 (1) Untuk terselenggaranya pelayanan Vaksinasi COVID-19 secara menyeluruh dan berkesinambungan, pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 dikoordinasikan oleh: a. Menteri untuk tingkat Pemerintah Pusat; b. gubernur untuk tingkat daerah provinsi; dan c. bupati/wali kota untuk tingkat daerah kabupaten/kota. (2) Menteri, gubernur, dan bupati/wali kota dalam mengoordinasikan kegiatan pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada setiap tahapan, yang meliputi: a. perencanaan; b. pelaksanaan; dan c. pemantauan dan evaluasi. (3) Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi pemetaan sasaran, ketersediaan tenaga pelaksana, Fasilitas Pelayanan Kesehatan, jadwal pelaksanaan, jumlah, jenis Vaksin COVID-19, dan logistik lainnya. (4) Pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi pemastian ketersediaan tenaga pelaksana, tempat, Vaksin COVID-19, standar operasional prosedur, jdih.kemkes.go.id – 22 – sarana rantai dingin, manajemen logistik, alat pelindung diri, manajemen limbah, dan pencatatan dan pelaporan. (5) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c meliputi pemantauan dan evaluasi mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pasca pelaksanaan, termasuk surveilans Kejadian Ikutan Pasca Vaksinasi COVID-19. (6) Tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui pemanfaatan Sistem Informasi Satu Data Vaksinasi COVID-19. BAB VII PEMANTAUAN DAN PENANGGULANGAN KEJADIAN IKUTAN PASCA VAKSINASI COVID-19 Pasal 35 (1) Dalam hal terjadi Kejadian Ikutan Pasca Vaksinasi COVID-19 pada seseorang yang mendapatkan Vaksinasi COVID-19, Fasilitas Pelayanan Kesehatan atau dinas kesehatan melakukan pencatatan dan pelaporan serta investigasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Berdasarkan hasil pencatatan dan pelaporan serta investigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan kajian etiologi lapangan oleh Komite Daerah Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi dan kajian kausalitas oleh Komite Nasional Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Dalam hal hasil kajian kausalitas oleh Komite Nasional Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdapat dugaan dipengaruhi oleh produk Vaksin COVID-19, Badan Pengawas Obat dan Makanan melakukan sampling dan pengujian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. jdih.kemkes.go.id – 23 – Pasal 36 (1) Dalam hal kasus Kejadian Ikutan Pasca Vaksinasi COVID19 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 memerlukan pengobatan dan perawatan, dilakukan pelayanan kesehatan sesuai dengan indikasi medis dan protokol pengobatan. (2) Pembiayaan pelayanan kesehatan sesuai dengan indikasi medis dan protokol pengobatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan ketentuan: a. untuk peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional aktif, ditanggung melalui mekanisme Jaminan Kesehatan Nasional dengan pelayanan kesehatan kelas III; dan b. untuk peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional nonaktif dan selain peserta program Jaminan Kesehatan Nasional didanai melalui mekanisme pendanaan lain yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang keuangan negara. (3) Pelayanan kesehatan bagi peserta program Jaminan Kesehatan Nasional aktif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang bekerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan. (4) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pelayanan kesehatan bagi peserta program Jaminan Kesehatan Nasional aktif untuk kondisi darurat dapat dilakukan di semua Fasilitas Pelayanan Kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (5) Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b untuk peserta program Jaminan Kesehatan Nasional nonaktif dan selain peserta program Jaminan Kesehatan Nasional ditanggung melalui mekanisme pendanaan lain yang bersumber pada anggaran Kementerian Kesehatan. jdih.kemkes.go.id – 24 – (6) Pelayanan kesehatan bagi peserta program Jaminan Kesehatan Nasional nonaktif dan selain peserta program Jaminan Kesehatan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diberikan setara dengan pelayanan kesehatan kelas III program Jaminan Kesehatan Nasional. (7) Klaim terhadap pelayanan kesehatan bagi peserta program Jaminan Kesehatan Nasional nonaktif dan selain peserta program Jaminan Kesehatan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan melalui mekanisme klaim dengan berpedoman pada petunjuk teknis penggantian biaya pasien COVID-19 bagi rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan COVID-19 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 37 (1) Dalam hal terdapat kasus Kejadian Ikutan Pasca Vaksinasi yang dipengaruhi oleh produk Vaksin COVID19 berdasarkan hasil kajian kausalitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3), dan kasus tersebut menimbulkan kecacatan atau kematian, diberikan kompensasi oleh Pemerintah. (2) Bentuk kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa santunan cacat atau santunan kematian. Pasal 38 (1) Kecacatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 merupakan keadaan berkurang atau hilangnya anggota badan, atau hilangnya fungsi tubuh yang secara langsung mengakibatkan berkurang atau hilangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan dalam waktu tertentu paling singkat 6 (enam) bulan. (2) Kecacatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan tingkat risiko terdiri atas: a. kecacatan dengan kriteria berat; b. kecacatan dengan kriteria sedang; atau c. kecacatan dengan kriteria ringan. jdih.kemkes.go.id – 25 – (3) Kecacatan dengan kriteria berat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi: a. kehilangan kedua anggota gerak bawah; b. kelumpuhan kedua anggota gerak bawah; c. kehilangan kedua anggota gerak atas; d. kelumpuhan kedua anggota gerak atas; e. kelumpuhan 1 (satu) anggota gerak bawah dan 1 (satu) anggota gerak atas; f. kehilangan 1 (satu) anggota gerak bawah dan 1 (satu) anggota gerak atas; g. kehilangan penglihatan kedua mata; h. bisu dan tuli; i. penyakit jiwa berat permanen; atau j. cacat yang luas dari organ sistem syaraf, pernapasan, kardiovaskuler, pencernaan, atau urogenital. (4) Kecacatan dengan kriteria sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi: a. kehilangan 1 (satu) anggota gerak bawah; b. kelumpuhan 1 (satu) anggota gerak bawah; c. kehilangan 1 (satu) anggota gerak atas; d. kelumpuhan 1 (satu) anggota gerak atas; e. kehilangan penglihatan 1 (satu) mata; f. penyakit jiwa sedang; g. kehilangan 1 (satu) jari telunjuk atau ibu jari tangan kanan; h. kehilangan 2 (dua) jari atau lebih tangan kanan; i. cacat sebagian dari organ sistem syaraf, pernafasan kardiovaskuler, pencernaan, atau urogenital; j. bisu; atau k. tuli. (5) Kecacatan dengan kriteria ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c meliputi: a. gangguan kejiwaan yang ringan; b. kehilangan 1 (satu) jari tangan atau kaki; c. berkurangnya fungsi mata; d. kehilangan daun telinga, namun masih bisa mendengar; atau jdih.kemkes.go.id – 26 – e. perubahan klasifikasi atau fungsi organ tubuh yang bernilai lebih rendah dari sebelum mendapat cidera/ sakit. (6) Seseorang yang mengalami kecacatan dengan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh dokter sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 39 (1) Untuk mendapatkan santunan cacat atau santunan kematian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) pemohon harus mengajukan surat permohonan. (2) Surat permohonan untuk mendapatkan santunan cacat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat: a. identitas pemohon, keluarga, atau kuasanya; dan b. uraian tentang kasus Kejadian Ikutan Pasca Vaksinasi COVID-19 yang dialami. (3) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus melampirkan: a. fotokopi identitas pemohon; b. bukti lapor kasus yang dialami ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan tempat dilakukannya Vaksinasi COVID19; c. surat keterangan kecacatan dari dokter; d. surat keterangan hubungan keluarga, jika permohonan diajukan oleh keluarga; dan e. surat kuasa khusus, jika permohonan kompensasi diajukan oleh kuasa pemohon. (4) Dokter dalam memberikan surat keterangan kecacatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dengan mempertimbangkan hasil kajian Komite Nasional Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi atau Komite Daerah Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi. jdih.kemkes.go.id – 27 – (5) Surat permohonan untuk mendapatkan santunan kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat: a. identitas ahli waris atau kuasanya; dan b. uraian tentang kasus Kejadian Ikutan Pasca Vaksinasi COVID-19 yang dialami. (6) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus melampirkan: a. fotokopi identitas pemohon; b. surat keterangan kematian dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan ditandatangani oleh dokter; c. surat keterangan waris yang dibuat atau disahkan oleh pejabat yang berwenang, jika permohonan diajukan oleh ahli waris; dan d. surat kuasa khusus, jika permohonan diajukan oleh kuasa ahli waris. (7) Dokter dalam memberikan surat keterangan kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b dengan mempertimbangkan hasil kajian Komite Nasional Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi atau Komite Daerah Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi. (8) Klaim dan pembayaran terhadap santunan cacat atau santunan kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 40 Ketentuan mengenai besaran santunan cacat atau santunan kematian ditetapkan oleh Menteri setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan. jdih.kemkes.go.id – 28 – BAB VIII STRATEGI KOMUNIKASI Pasal 41 (1) Untuk menumbuhkan penerimaan masyarakat secara luas terhadap Vaksinasi COVID-19, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah harus menyusun dan melaksanakan strategi komunikasi dengan meningkatkan pemahaman, sikap dan perilaku masyarakat agar termotivasi untuk mendapatkan Vaksinasi COVID-19. (2) Strategi komunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk: a. meningkatkan pemahaman masyarakat tentang Vaksinasi COVID-19; b. membekali masyarakat dengan informasi yang tepat dan benar untuk menghindari misinformasi/hoaks; c. meningkatkan partisipasi masyarakat dan pemangku kepentingan dalam pelaksanaan Vaksinasi COVID19; dan d. meningkatkan kesediaan masyarakat untuk mendapatkan Vaksinasi COVID-19. (3) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan strategi komunikasi dapat melibatkan pemangku kepentingan, organisasi kemasyarakatan, tokoh agama/masyarakat, dan mitra pembangunan kesehatan lainnya. (4) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah melaksanakan pemantauan dan evaluasi strategi komunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1). BAB IX PENCATATAN DAN PELAPORAN Pasal 42 (1) Setiap Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang melaksanakan pelayanan Vaksinasi COVID-19 baik Vaksinasi Program jdih.kemkes.go.id – 29 – dan Vaksinasi Gotong Royong harus melakukan pencatatan dan pelaporan. (2) Pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara elektronik melalui Sistem Informasi Satu Data Vaksinasi COVID-19. (3) Dalam hal Fasilitas Pelayanan Kesehatan tidak dapat terhubung dengan Sistem Informasi Satu Data Vaksinasi COVID-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pencatatan dan pelaporan dapat dilakukan secara manual untuk disampaikan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota. (4) Pencatatan dan pelaporan secara manual sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diinput oleh Fasilitas Pelayanan Kesehatan atau petugas dinas kesehatan kabupaten/kota ke dalam Sistem Informasi Satu Data Vaksinasi COVID19 dengan menggunakan fasilitas yang ada pada dinas kesehatan kabupaten/kota. BAB X PENDANAAN Pasal 43 (1) Pendanaan pelaksanaan Vaksinasi Program dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. (2) Pendanaan pelaksanaan Vaksinasi Gotong Royong dibebankan pada badan hukum/badan usaha yang melakukan Vaksinasi Gotong Royong. (3) Pendanaan untuk pemantauan dan penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Vaksinasi COVID-19 dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. (4) Pendanaan untuk pelayanan kesehatan bagi penerima Vaksin COVID-19 yang mengalami gangguan kesehatan akibat Kejadian Ikutan Pasca Vaksinasi COVID-19 dibebankan pada anggaran Kementerian Kesehatan atau program Jaminan Kesehatan Nasional yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan jdih.kemkes.go.id – 30 – Sosial Kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB XI PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 44 (1) Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan Peraturan Menteri ini dilakukan oleh Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kejaksaan, Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Komisi Pemberantasan Korupsi, Lembaga Kebijakan dan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, dinas kesehatan provinsi, dan dinas kesehatan kabupaten/kota sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing. (2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk suksesnya pelaksanaan Vaksinasi COVID-19. (3) Dalam rangka pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala dan berkesinambungan terhadap pelaksanaan Vaksinasi COVID-19. BAB XII PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN VAKSINASI COVID-19 Pasal 45 (1) Untuk terselenggaranya pelaksanaan Vaksinasi COVID19 secara optimal ditetapkan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Vaksinasi dalam rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). jdih.kemkes.go.id – 31 – (2) Petunjuk Teknis Pelaksanaan Vaksinasi dalam rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat uraian teknis mengenai perencanaan kebutuhan Vaksinasi COVID-19, sasaran, distribusi, pelaksanaan pelayanan, kerja sama, pemantauan dan penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Vaksinasi COVID-19, strategi komunikasi, pencatatan dan pelaporan, pendanaan, serta pembinaan dan pengawasan. (3) Petunjuk Teknis Pelaksanaan Vaksinasi dalam rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri. BAB XIII KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 46 (1) Dalam pelaksanaan Vaksinasi COVID-19, Pemerintah mengambil alih tanggung jawab hukum penyedia Vaksin COVID-19. (2) Pengambilalihan tanggung jawab hukum oleh Pemerintah terhadap penyedia Vaksin COVID-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sepanjang: a. penyedia Vaksin COVID-19 mempersyaratkan adanya pengambilalihan tanggung jawab hukum; dan b. penyedia Vaksin COVID-19 telah melakukan proses produksi dan distribusi sesuai cara pembuatan obat yang baik dan/atau cara distribusi obat yang baik. (3) Pengambilalihan tanggung jawab hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk melalui pemberian kompensasi oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37. (4) Pengambilalihan tanggung jawab hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. jdih.kemkes.go.id – 32 – BAB XIV KETENTUAN PENUTUP Pasal 47 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 84 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Vaksinasi dalam rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1559), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 48 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

제보는 카카오톡 haninpost 무단 전재-재배포 <금지>